Entri Populer

Kamis, 12 Maret 2009

Sosialisasi

SOSIALISASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Sosiologi
Dosen Pengampu : Drs.Sabarudin, M.Si.











Disusun Oleh:
Afrinaldi
NIM. 08410261





JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2008

Bab I
Pendahuluan
Sosiologi menurut para ahli
Pitirim Sorokin :
1.Hubungan dan timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (seperti antara ekonomi dan agama, hukum dan moral, hukum dan politik juga masyarakat).
2.Hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan non-sosial (geografism biologis dengan sosial).
William Ogburn & Meyer F.Nimkoff :
Bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
Selo Soemardjan :
Ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan- perubahan sosial.
Jadi sosiologi tidak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari, karena sosiologi mempelajari manusia itu sendiri dan kita adalah bagian dari manusia itu.





Bab II
Pembahasan
A.Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok ataumasyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk kesekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.


Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
B. Pandangan Beberapa Ahli Tentang Tahapan Sosiologi
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenaldunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela kelarga dan bekerja sama dengan teman-temanya. Pada tahap ini lawan berintraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.

1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
C.Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media masa dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Sekolah adalah agen sosialisasi sistem pendidikan formal. Disini seseorang mempelajari hal baru yang belum pernah dipelajarinya dalam keluarga ataupun kelompok bermain.
Pendidikan formal mempersiapkannya untuk penguasaan peran-peran baru dikemudian hari, dikala seseorang tidak tergantung lagi kepada orangtuanya.
Robert Dreeben (1968) berpendapat bahwa yang dipelajari anak disekolah — disamping membaca, menulis dan berhitung — adalah aturan:
1.Kemandirian (independence)
2.Prestasi (achievement)
3.Universalisme (universalism)
4.Spesipitas (speceficity)
Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.

Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan olehinstitusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
D. Pola Sosialisasi
1.Sosialisasi Refresif (refressiv socialization), menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain menurut Jaeger seperti penekanan pada penggunaan materi dalam hukum dan imbalan, penekanan pada kepatuhan anak pada orang tua, penekana pada komunisasi yang bersifat satu arah, non verbal dan berisi perintah, penekanan titik berat sosialisasi pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.
2.Sosialisasi parsipatoris (pacipatory socalization), merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala berpeilaku baik; hukuman bersifat simbolik; anak dibei kebebasan; penekanan diletakkan pada interaksi; komunikasi bersifat lisan; anak menjadi pusat sosialisasi; keperluan anbak dianggap penting; keluarga menjadi genealized other.
Bab III
Penutup
Jadi manusia memiliki naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan yang lainnya. Semenjak lahirpun manusia memiliki naluri untuk berkawan sehingga diistilahkan Social animal dan memiliki naluri Gregariousness, suatu keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas, dalam pergaulannya tersebut kadang manusia membutuhkan suatu pengakuan keberadaan diri, dengan menunjukkan kelebihan atau kesukaannya manusia dapat berinteraksi dan mendapatkan reaksi baik positif atau pun negatif yang berakibat pula semakin memperluas pergaulan dan sikap tindakannya.

Bab IV
Daftar Pustaka
Soerjona Soekanto,1986, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Rajawali, Jakarta.
Kamanto Sunarto, 1986, Pengantar Sosiologi, Rajawali, Jakara.
Soerjona Soekonto & Winarno Yudho, 1986, Georg Simmel : Bebeapa Teori Sosiologi, Rajawali, Jakarta.
Sosialisasi, http://id.wikipedia/org/wiki/Sosialisai., 2009.
Qinimain Zein, ”Strategi Ilmu Milenium Sosial III”, http://multiplay.com ., 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar